Beranda | Artikel
Kesabaran Seorang Dai
Jumat, 1 Oktober 2010

Segala puji bagi Allah, Rabb seru sekalian alam, Raja yang menguasai langit dan bumi, Penguasa yang berhak mengatur dan mengendalikan jagat raya sebagaimana yang Dia ingini. Salawat dan salam semoga tetap terlimpah kepada Nabi penebar rahmah, Sang penutup nabi dan rasul, yang meninggalkan umatnya di atas ajaran yang terang-benderang. Amma ba’du.

Saudaraku, semoga Allah membimbing langkah kita untuk berjalan di atas jalan-Nya, … berlalunya waktu dan pergantian generasi dari sejak masa kenabian berlalu senantiasa diwarnai dengan gelombang yang menerpa bahtera dakwah agama yang hanif ini. Gelombang yang menghempaskan hati dan tubuh para penyeru kebenaran di tepi-tepi kesabaran dan terkadang menggiring sebagian mereka mendekati garis keputus-asaan…

Subhanallah! Betapa beruntung, orang-orang yang tetap teguh di atas kesabaran, mengharapkan ridha Allah atas dakwahnya, dan memiliki harapan yang panjang bagi masyarakat yang didakwahinya. Memang, kesabaran ini menjadi salah satu kunci keberuntungan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Demi masa, sesungguhnya semua orang benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam menetapi kesabaran.” (QS. al-‘Ashr: 1-3)

Syaikh Zaid bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah berkata, “.. Sesungguhnya tidaklah ada seorang da’i pun yang mengajak manusia kepada apa yang didakwahkan oleh para rasul kecuali dia pasti akan menghadapi orang-orang yang berupaya menghalang-halangi dakwahnya, sebagaimana halnya rintangan yang dihadapai oleh para rasul dan nabi-nabi dari kaum mereka. Oleh sebab itu semestinya dia bersabar. Artinya dia harus berpegang teguh dengan kesabaran yang hal itu termasuk salah satu karakter terbaik yang dimiliki oleh ahli iman dan merupakan sebaik-baik bekal bagi seorang da’i yang mengajak kepada Allah tabaraka wa ta’ala, sama saja apakah dakwahnya itu ditujukan kepada orang-orang yang dekat dengannya atau selain mereka, dia haruslah menjadi orang yang penyabar.” (Thariq al-Wushul ila Idhah ats-Tsalatsah al-Ushul, hal. 13)

Bahkan, Allah pun mengingatkan kekasih-Nya, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bersabar, sebagaimana yang telah dilakukan oleh para nabi dan rasul sebelum beliau. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh telah didustakan para rasul sebelummu, maka mereka pun bersabar menghadapi pendustaan yang ditujukan kepada mereka, dan mereka pun tetap mendapatkan gangguan, sampai datanglah kepada mereka pertolongan Kami.” (QS. al-An’am: 34). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Bersabarlah, sebagaimana ulul azmi dari kalangan rasul pun bersabar…” (QS. al-Ahqaf: 35)

Inilah akhlak seorang da’i kepada Rabbnya dan dalam berinteraksi dengan orang yang didakwahinya. Meniru keteladanan yang ada pada baginda nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan salafus shalih yang mendahului kita. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh telah ada bagi kalian, pada diri Rasulullah suatu teladan yang bagus, bagi orang-orang yang mengharap kepada Allah dan hari akhir.” (QS. al-Ahzab: 21)

Dari Urwah, suatu ketika ‘Aisyah radhiyallahu’anha -istri Nabi- menceritakan kepadanya, bahwa dia pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Pernahkah anda menemui suatu hari yang lebih berat daripada hari Uhud?”. Beliau menjawab, “Aku telah mendapatkan tanggapan dari kaummu sebagaimana apa yang aku temui. Tanggapan paling berat yang pernah aku dapatkan adalah pada hari ‘Aqabah, ketika itu aku tawarkan diriku kepada Ibnu Abdi Yalil bin Abdi Kulal, akan tetapi dia tidak menerima tawaranku sebagaimana yang aku kehendaki. Aku pun kembali dengan perasaan sedih mewarnai wajahku. Tanpa terasa tiba-tiba aku sudah berada di Qarn Tsa’alib. Aku angkat kepalaku ke atas, ternyata ada awan yang sedang menaungi diriku. Aku pun memperhatikan, ternyata di sana ada Jibril, lalu dia pun memanggilku. Dia berkata, ‘Sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan kaummu terhadapmu dan penolakan yang mereka lakukan terhadapmu. Dan Allah telah mengutus kepadamu malaikat penjaga gunung, agar kamu perintahkan kepadanya apa yang ingin kau timpakan kepada mereka.’ Maka malaikat penjaga gunung itu pun menyeruku dan mengucapkan salam kepadaku, lalu dia berkata, ‘Wahai Muhammad’. Dia berkata, ‘Apabila kamu menginginkan hal itu, niscaya akan aku timpakan kepada mereka dua bukit besar itu.’.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam justru menjawab, “Tidak, sesungguhnya aku berharap mudah-mudahan Allah mengeluarkan dari tulang sulbi keturunan mereka orang-orang yang menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (HR. Bukhari [3231])

al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Di dalam hadits ini terkandung keterangan mengenai besarnya rasa kasih sayang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya dan betapa kuat kesabaran dan kelembutan sikapnya. Hal itu selaras dengan firman Allah ta’ala (yang artinya), ‘Dengan rahmat Allah maka kamupun bersikap lembut kepada mereka’. Dan juga firman-Nya (yang artinya), ‘Tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia.’.” (Fath al-Bari [6/353])

Saudaraku, barisan pembela dakwah al-Haq akan senantiasa dihadang oleh barisan serdadu Iblis… akankah kau mundur ke belakang dan terlempar ke jurang kehancuran, atau kau memilih maju ke depan untuk meraih kemenangan dan berjumpa dengan Allah dengan membawa amalan? Apabila hari ini engkau merintih dan mengeluh karena banyaknya rintangan dan hambatan yang engkau temui di atas jalan yang mulia ini -seolah-olah engkau telah kehilangan Dzat Yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa atas segalanya-, maka pilihlah jalan manapun yang kamu sukai -kalau engkau memang ingin memisahkan diri dari jalan dakwah ini- dan Allah pun tidak segan-segan untuk menimpakan hukuman-Nya kepada orang-orang yang durhaka!!

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Apabila bapak-bapak kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, istri-istri kalian, sanak kerabat kalian, harta-harta yang kalian kumpulkan dan perdagangan yang kalian takutkan kerugiannya, rumah-rumah tempat tinggal yang kalian senangi, itu lebih kalian cintai daripada Allah dan rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai datangnya keputusan Allah, dan Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. at-Taubah: 24) (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 332)

Saudaraku, … inilah jalanku dan jalanmu, jalan yang dibentangkan oleh Allah dan dipimpin oleh nabimu, jalan yang akan mengantarkan kepada kemuliaan dan ampunan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Inilah jalanku, aku mengajak kepada Allah di atas bashirah/ilmu, inilah jalanku dan jalan orang-orang yang mengikutiku, dan Maha suci Allah, aku bukan termasuk orang-orang musyrik.” (QS. Yusuf: 108). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Jika kalian benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (QS. Ali Imran: 31).

Semoga Allah ta’ala memberikan taufik kepada kita, untuk istiqomah di atas jalan dakwah ini hingga ajal tiba. Sungguh, satu orang yang mendapatkan hidayah -dari Allah- dengan perantara dakwah kita itu jauh lebih berharga bagi masa depan kita daripada gerombolan onta merah ataupun simpanan harta-benda yang dibangga-banggakan oleh manusia. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad, wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.


Artikel asli: http://abumushlih.com/kesabaran-seorang-dai.html/